Di Antara Berjuang dan Bertahan
Mempersiapkan masa depan sudahlah menjadi tanggung jawab pribadi. Rentetan skenario sudah dirancang begitu detail untuk bekal menghadapi waktu mendatang. Tapi, apakah kamu yakin itu skenario terbaik untukmu? Itu terbaik menurutmu atau menurut Sang Pembuat Skenario Hidup?
Masa kuliah merupakan start point
perjuangan hidup mulai diperkenalkan. Pergejolakan hati tentang pilihan hidup
mulai dipertanyakan. “Apa benar ini jalan yang Allah pilihkan untukku?”
Minder berada di antara orang yang berkompeten di bidangnya dan selalu aktif ketika perkuliahan. Tapi apa kabar dengan saya yang masih berkutat dengan “Aku tidak suka di sini, aku tidak seperti mereka yang berani bicara di depan umum”, judgement negatif yang begitu melekat di pikiran ku.
Pencarian jati diri agar mampu bertahanpun dimulai. Tidak pernahku berhenti bicara pada diri sendiri, Kapan kamu bisa maju kalau begini-begini saja? Temanmu sudah jalan jauh, tapi kamu masih jalan di tempat.” Pergejolakan batin yang selalu menghantui di setiap hari. Pencarian diri pun mulai membuahkan hasil. Terdengar bisikan batin yang meyakinkanku untuk tetap tinggal. Hati kecil berkata “Ya, ini adalah jalan yang dipilihkankan Allah untukku. Belum tentu aku bisa survive di tempat pilihanku. Aku harus berjuang melawan ketakutanku”.
Hari demi hari keyakinan mulai ku pupuk hingga subur. Deretan target pun
mulai tersusun rapi mengisi keseharianku. Teman, juga mengambil bagian mengisi
keseharianku. Supporting dari mereka sungguh membuatku semakin kuat
untuk bertahan dengan keadaan.
Well … benar-benar tidak menyangka jika teman begitu berpengaruhnya dalam hidupku. Belum pernah aku merasakan dan menemukan teman yang sangat peduli terhadapku. “Teman rasa saudara”, mungkin kalimat itu yang tepat ku sematkan pada meraka. Entah mulai kapan dan bagaimana jalinan ini terbentuk. Yang ku tahu kita hanya memiliki visi dan misi yang sama.
Kebersamaan mulai terjalin. Susah senang terlewati tanpa beban. Saling support sudah menjadi jajanan kira sehari-hari. Jika boleh memilih, aku benar-benar tidak ingin berpisah dengan meraka.
But, kita dipersatukan karena satu alasan dan kita pun dipisahkan dengan alasan yang sama.
Empat tahun masa studi perkuliahan pun sudah berlalu. Bak terperangkap dalam ZONA NYAMAN, aku enggan meninggalkan mereka dengan segala kebiasaan kita. Akan tetapi, hidup harus terus berjalan. Target-target sudah mulai membayang di masa depan. Satu persatu dari kita mulai mengejar apa yang dicita-citakan dan hanya tersisa aku yang mencoba untuk bertahan.
Memilih untuk tetap tinggal adalah keinginanku. Beradaptasi dengan rutinitas baru, aku jalani dengan segenap hati. Tapi, apa yang terjadi jika Allah memilihkan jalan yang lain untuk kita. Bisa apa jika sudah begitu? Pilihan hanya ada padamu. Pasrah dengan ketentuan-Nya atau berani mengusahakan pilihanmu?
Lemah dan tidak berdaya. Ternyata aku hanya pasrah dengan ketentuan-Nya. Aku pun mulai beranjak menyusul teman-temanku yang sudah meninggalkan tempat penuh kenangan itu. Tempat yang menjadi saksi bisu ku mulai mengenal kehidupan.
Masih dengan jalan cerita yang sama seperti sebelumnya. Aku hampir
menyerah dan tidak sanggup bertahan di tempat baru. “Selemah itu kah aku?”, aku
masih mencoba meyakinkan diri untuk survive
di tempat baru. Setiap kedipan mata, sekelebat potongan kenangan selalu
terbayang. Rasa sakit di dada menyayat tidak ada sungkan-sungkannya. Napas mulai
tersengal-sengal tiada hentinya.
Bibir pun sudah tidak sanggup berkeluh kesah. Hanya ada hati yang meronta-ronta. “Tuhan ... aku tidak sanggup. Bagaimana ini?”, jeritan batin yang menemani setiap waktu. Begitu lemahnya manusia, tidak bisa menentang ketentuan Allah Yang Maha Perkasa.
Air mata hanya mampu mengucur deras di setiap sujudku. Curahan hati terlontar dengan lancarnya ketika menghadap Sang Ilahi. “Ya Allah… haruskah aku tetap tinggal, atau aku bisa memilih jalan yang aku inginkan?”. Hingga sampai ada masa aku tidak sanggup meminta bermacam-macam dalam doaku. “Allah Yang Maha Mendengar, Yang Malah Welas Asih, tolong aku… tolong kuatkan aku”. Doa itu yang selalu ku panjatkan pada-Nya.
Mulut terkunci rapat, air mata megucur deras sudah cukup menandakan bagaimana perasaanku yang sesungguhnya. Tidak ada permintaan lain selain, “Ya Allah kuatkan aku, kuatkan aku, kuatkan aku menghadapi hidup ini. Ikhlaskan aku menjalani hari-hariku. Semoga apa yang aku lakukan bermanfaat untuk orang lain, dan keberadaanku tidak merugikan orang lain”.
Masa adaptasi masih terus berjalan. Memang benar, berdamai dengan diri sendiri apa lagi dengan keadaan adalah hal yang sulit. Dengan kuasa Allah yang serba tidak kebetulan, aku menemukan penenang diri. “Ikhlaskan, damaikanlah hatimu. Beginilah dunia, tak selalu berpihak denganmu. Allah yang selalu bersamamu”. Kalimat yang singkat, padat, dan menenangkan. Sekelebat aku menangis dalam diam dan merasa malu. “Allah aku menyadari betapa lemahnya aku tanpa-Mu. Engkau penguatku menjalani kehidupan ini”.
Hatiku perlahan mulai berdamai dan aku mulai bisa bersyukur dengan keadaan yang Allah berikan untukku. Pada kondisi hati dan logika mulai sinkron, aku teringat. Teringat doa yang dulu-dulu pernah ku panjatkan kepada-Nya. Tuhan Maha Besar, Tuhan mengabulkan setiap doa umatnya dalam waktu yang tepat. Keadaanmu saat ini bisa jadi merupakan realisasi dari doamu di masa lalu yang kamu lupakan.
Hikayat sufi menjelaskan, “Bahwa hidup di dunia ini seolah-seolah engkau
musafir”. Pernyataan ini pun juga didukung anjuran berhijrah oleh Imam
Syafi’i, yaitu “Sebagai orang yang berakal dan beradab tidak pantas untuk
bermalas-malas, oleh karena itu merantaulah ke negeri orang agar ilmu yang kamu
miliki lebih bermanfaat”. Manfaat yang aku rasakan ketika memberanikan diri
berpindah-pindah tempat, diantaranya meningkatkan iman kepada Allah, kemampuan
dan pengetahuan yang dimiliki lebih bermanfaat, mengajarkan nilai-nilai
kehidupan, dan mengajarkan untuk lebih banyak bersyukur. Tuhan memilihkan
jalanmu, pasti ada maksud di dalamnya. Jalani dan yakini apa yang kamu lakukan
tidak akan pernah sia-sia jika melibatkan Allah di dalamnya.
Bertahan atau tetap tinggal itu memang pilihan. Tapi bagaimanapun keduanya memiliki kadar cobaan dan ujian yang diberikan Allah untuk menguji dan meningkatkan keimananmu. “Bismillahirrohmanirrohim, ya Allah kuatkan aku menjalani hari ini dan hari esok”, merupakan doaku yang selalu terucap di setiap langkah awal menjalan hari. Semangat untuk hidup kita semuanya. Ada Allah yang selalu menemani kita dan Allah adalah sumber penguat untuk menjalani hidup ini.
Big Love Habaraswad

Masyaallah.. menginspirasi sekali kak 😍
BalasHapusTerima kasih, semoga bermanfaat
BalasHapusTerima kasih, semoga bermanfaat
BalasHapus